Catatan dari Hong Kong:  Jalan Kaki, Rokok, dan Transportasi
KAMPUS UIN SGD Bandung sedang direnovasi. Pihak rektorat melarang mobil-motor mahasiswa dan dosen masuk kampus. 

Akibatnya, parkir di pinggir jalan, depan gerbang kampus, yang membuat kian macet lalu-lintas di kawasan Cipadung Ujungberung. 

Bahkan, menurut seorang tukang parkir motor, sudah ada enam motor hilang di parkir depan gerbang kampus!

Akibat larangan kendaraan masuk kampus, mahasiswa dan dosen harus berjalan kaki ke kelas. Jarak dari pintu gerbang kampus ke ruang kelas terdekat sekitar 100 meter. 

Yang paling capek adalah dosen dan mahasiswa yang kuliah di ruang Z, paling atas, berjarak sekitar 500-600 meter, dan… nanjak!

Semester ini saya kembali mengajar, setelah hampir dua tahun “cuti” alias “mogok mengajar”. Saya pun harus berjalan kaki dari gerbang ke ruang kelas di Gedung Z. 

Capek? Pastinya! 

Tapi, semester ini saya mengajar tepat sekembalinya saya “merantau” ke Hong Kong, 14 Juli s.d. 22 Agustus 2012, untuk menjadi trainer pelatihan komunikasi di kalangan TKI di Hong Kong dan Macau.

Bagi saya, berjalan kaki dari gerbang kampus ke kelas sama dengan melanjutkan “tradisi jalan kaki” di Hong Kong dan Macau. 

Selama di Hong Kong, termasuk yang kunjungan ke sana tahun 2009 dan 2010, saya terbiasa berjalan kaki. 

Tidak hanya itu, tapi juga “jalan cepat” sebagaimana tradisi warga Hong Kong. Tidak ada istilah “jalan santai” atau “letoy” di kalangan warga Hong Kong. 

Saya dan para TKI di sana pun sudah terbiasa berjalan kaki dan “jalan cepat” memburu MTR (kereta bawah tanah) atau Tram (Teng-Teng), sejenis bus kota tapi jalannya berupa rel kereta di atas tanah (jalan raya).

Selama di Hong Kong, saya terbiasa berjalan kaki untuk jarak 100 hingga 500 meter. Bahkan, setiap hari Minggu, selama pelatihan, saya jalan kaki dengan menempuh jarak sekitar 1 km, dari apartemen di Causway Bay menuju tempat pelatihan, Masjid Ammar, di daerah Wan Chai. 

Anehnya, tidak ada rasa capek! Biasa saja. Mungkin karena udara di Hong Kong bersih, minim asap rokok, tak ada pula polusi knalpot kendaraan.

Di Hong Kong kita dilarang merokok di tempat umum. Dendanya (penalty) minimal HK3000 (sekitar Rp 4 juta). Merokok di lift bisa kena denda maksimum HK6000.

Lalu-lintas Hong Kong juga “anti-macet”. Transportasi umum yang sangat nyaman (bus, MTR, tram, taksi) mendominasi jalanan. Kendaraan pribadi sangat jarang. Sepeda motor apalagi, hampir tidak ada!

Menurut data, 90% warga Hong Kong menggunakan transportasi umum, hanya 10% yang menggunakan kendaraan pribadi. 

Penyebabnya, pertama, transportasi umum sangat nyaman, mudah, dan murah. Kedua, biaya parkir kendaraan sangat mahal. 

Hong Kong termasuk negara dengan biaya parkir termahal di dunia. Tarif parkir langganan mencapai HK$5000 atau sekitar Rp6,6 juta per bulan! Biaya parkir sepeda motor saja bisa mencapai HK$200 (sekitar 250 ribu) per jam.

:: ASM. ROMLI, Dosen Luar Biasa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung (2003-2017). Pernah ke Hong Kong tahun 2009, 2010, dan 2012. Blog: www.romeltea.com.*